untittled  

Posted by dexa-danarta

Hemm, ya, begini lebih baik.

Hidup itu emang harus penuh dengan cinta, tapi terkadang, ada kondisi dimana kita akan jauh lebih baik jika tidak hidup dengan cinta. Kondisi dimana cinta tidak lagi memberikan maknanya sebagai cinta, tapi berubah menjadi sebuah duri dalam daging.

Tidak terlalu buruk juga, berusaha melupakan seseorang yang benar-benar kita sayang. Melupakan cinta kita kepadanya dan berusaha untuk mengalihkan pikiran, tenaga, dan perasaan ke arah lain yang jauh lebih bermanfaat. Dan ternyata, dalam waktu yang singkat selama saya mencintai dirinya, ada banyak cinta lain yang terlupakan hanya demi mendapatkan sebuah cinta yang sejatinya telah berubah fungsi menjadi duri didalam daging.

Yah, setelah dipikir ulang dan berulang kali, banyak hal yang telah dikorbankan demi mendapatkan dirinya. Setidaknya berusaha untuk mendapatkan dirinya. Walaupun pada akhirnya kenyataan berkata lain. Sepertinya disini saya belajar untuk merelakan apa yang sejatinya bukan menjadi hak saya.

Ya, saya jadi tau, tidak ada gunanya mempertahankan sesuatu yang sudah jelas tidak bisa kita miliki. Setidaknya untuk saat ini.

Lalu, apa saya menyerah??

Hemm,,tergantung dari menyerah terhadap apa. Kalo terhadap cinta saya kepadanya, ya saya menyerah. Maksud saya, menyerahkannya kepada seseorang yang lebih berhak untuk mendapatkannya. Seseorang yang bisa membuatnya jauh lebih bahagia, ketimbang bersama saya. Seseorang yang bisa menjaganya, dan menuntunnya berjalan keluar dari kegelapan hatinya. Seseorang yang akan selalu mencerahkan hari-harinya.

*di kejauhan lagu SO7 – pemuja rahasia bersenandung pelan : “Hey,Itu akuu!!!”*(ahh,ngarep!)

Ya, meski begitu, saya tetap bahagia kalao dia bahagia, dan saya juga akan senantiasa tersenyum melihat dia tersenyum, walaupun senyumnya bukan lagi untuk saya. But, its okay lah. Di luar sana, ketika saya meninggalkan pintu yang tidak pernah terbuka itu, saya menemukan banyak cinta-cinta lain yang membuat saya merasa hangat dan membuat hidup saya jadi lebih berarti.

Yah,,cinta-cinta yang telah lama saya tinggalkan demi mengejar cinta saya yang ternyata semu. Cinta yang berada dalam wujud yang berbeda. Cinta yang mengatasnamakan dirinya persahabatan.

Kacamata hitamku  

Posted by dexa-danarta in

Aku sering berjalan ke banyak tempat di dunia ini. Namun tak sekalipun aku pernah melihat keindahan yang terlukis dari tempat itu.

Aku sering bertemu dengan banyak orang, berbicara dengan mereka, bercanda, dan tertawa, tapi tak sekalipun aku tahu bagaimana raut wajah mereka.

Aku sering bermain dengan hewan-hewan, mendengar kicau indah burung di pagi hari, gonggongan anjing, kucing yang mengeong, serta betapa halusnya kulit mereka ketika aku sentuh. Tapi tak sekalipun aku tahu warna tubuh mereka.

Aku tak mengenal bedanya terang dengan gelap, juga hitam dengan putih.

Jangan tanya aku, apa mawar itu indah?? Tapi aku akan senantiasa menjawab kalau melati itu sangat harum.

Duniaku adalah hitamku. Tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Hanya bisa dilihat dengan memejamkan mata.

Duniaku terlindung oleh sebuah kacamata hitam. Kacamata yang kata mereka berwarna hitam, sementara aku tidak mengerti hitam yang mereka maksud itu apa. Apa sama dengan warna duniaku? Karena hanya itu warna yang aku tahu.

Kacamataku adalah identitasku. Berwarna hitam, dan akan kupakai kemanapun aku pergi. Kacamataku adalah tanda keberadaanku. Karena dengan kacamata itu aku dikenal.

Kalau kau tanya bagaimana wujud duniaku, maka akan kuberitahu kau, kalau duniaku ada dibalik sini, dibalik kacamata yang katanya berwarna hitam ini. Lihatlah kedalamnya, dan kau akan tahu wujudnya.

DUNIA dibalik sebuah JENDELA  

Posted by dexa-danarta in

Terdiam ku dalam heningnya tenang. Melirik sekilas ke sebuah jendela yang tak bercahaya. Jendela yang terletak di ruangan ini. Ruangan persegi tempat aku berada, tinggal, dan hidup di dalamnya. Menghabiskan waktu-waktu terakhir dalam sisa-sisa serpihan hidupku.

Inginku kembali melihat terang. Serpihan cahaya mentari yang bersinar begitu indah. Sembari berharap dan melirik sekilas ke arah jendela tanpa cahaya. Walaupun sekali, namun itu sangat berarti.

Tapi jendela itu tetap diam, tak bercahaya. Tak memberikanku sedikit cahaya. untuk sekedar menghangatkan hari-hariku.

Sering ku bertanya dalam setiap detik hidupku. Apa yang disembunyikannya?? sehingga dia begitu rapat menutup setiap ruang miliknya, dan tak membiarkan sedikit cahaya pun untuk menari dan mengiringi sisa-sisa kenangan kehidupanku.

Apa ada sebuah rahasia dibalik jendela itu??

Rahasia apa??

Apa yang bisa disembunyikan oleh sebuah jendela untuk seorang anak manusia yang berada di sisa-sisa hidupnya ini??

Aku ingin tahu. Aku benar-benar ingin tahu. Apa yang terdapat dibalik jendela itu?? Apa sebuah kehidupan?? Apa sebuah dunia?? Dunia yang bisa memberikan ku sedikit kebebasan untuk bernapas.

Aku ingin tahu.

Perlahan ku bangkit, berdiri, dan bergerak perlahan mendekati sebuah jendela tak bercahaya. Jendela itu kokoh, dibuat agar tak seorangpun dapat membuka rahasia yang terdapat dibaliknya.

Tapi aku ingin tahu.

Dengan kedua tanganku, aku berusaha, memaksa dengan paksa, jendela itu untuk membeberkan rahasianya kepadaku. Aku terus berusaha, dengan segenap tenaga. Tanpa henti.

Sedikit demi sedikit. Akhirnya jendela itu menyerah. Setitik cahaya, dan hembusan angin mengalir masuk. Aku semakin tertarik. Aku terus membuka jendela itu. Hingga seluruh jendela itu memperlihatkan rahasia yang telah dijaganya selama ini.

seberkas cahaya mulai tampak, diiringi oleh belaian lembut angin yang menyeruak masuk. Jendela itu terbuka.

Dan dibaliknya kutemukan sebuah dunia, dunia yang dipenuhi dengan cahaya, dan angin kebebasan. Sebuah rahasia terpendam yang telah dijaga oleh sebuah jendela.

Aku berjalan menaiki jendela itu. Aku melewatinya, dan melihat dunia di sekelilingku. Dunia baru, dengan cahaya yang mengiringi saat-saat terakhir dari hidupku.

Aku melewatinya, jendela yang dulunnya tanpa cahaya itu. Dan kini, aku melayang, terbang bersama angin diiringi oleh cahaya yang menari indah. Pergi menuju tempat peristirahatan terakhir. Tidak di ruangan itu. Tidak lagi. Tapi di sebuah dunia, dunia dibalik sebuah jendela.